Wacana mengenai pemindahan Ibukota Negara dari Jakarta telah menjadi pembahasan intensif, terutama setelah Jakarta dilanda banjir besar pada Januari 2013. Dalam diskusi tersebut, berbagai aspek ilmiah seperti perkembangan wilayah dan tata kota telah diungkapkan. Namun, salah satu aspek krusial yang sering kurang terjamah dan perlu dipertimbangkan secara serius adalah aspek pertahanan dan cabangnya, yaitu Geografi Pertahanan.
Sejak zaman Romawi hingga kini, Ibukota negara dianggap sebagai benteng atau pusat gravitasi (central of gravity). Jika Ibukota belum berhasil diduduki dan dikuasai oleh musuh, maka musuh belum dapat dikatakan telah menguasai negara tersebut. Oleh karena itu, Ibukota perlu diperlakukan sebagai benteng yang harus memenuhi berbagai indikator dari perspektif pertahanan.
Konsep Geografi Pertahanan dan Kota sebagai Benteng
Geografi Pertahanan merupakan cabang dari Geografi Manusia (Human Geography) yang berkembang dari Military Geography. Inti dari kajian ini adalah membahas betapa pentingnya aspek-aspek atau fenomena geografi memengaruhi aktivitas pertahanan atau militer.
Indonesia, sebagai negara kepulauan, disebut sebagai negara yang terbuka secara geografi pertahanan. Dengan garis pantai terpanjang di dunia (mencapai 81.000 km) , sea power musuh dapat mendarat di mana pun , dan air power musuh dapat masuk dari berbagai arah. Semua invasi tersebut bertujuan untuk menyerbu dan menduduki pusat gravitasi negara, yaitu Istana Negara di Ibukota.
Konsep pertahanan dalam konteks operasional melihat kota atau Ibukota sebagai daerah pertahanan akhir dalam rangka mempertahankan eksistensi suatu pemerintahan.
Kerangka Analisis Pemindahan Ibukota
Untuk menilai kelayakan Ibukota, penelitian ini menggunakan kerangka analisis yang menggabungkan faktor-faktor Geografi Fisik dan Geografi Sosial-Budaya ke dalam Lima Aspek Medan bagi Militer atau CCOOA (sering disebut Critical Terrain, Cover and Concealment, Observation and Field of Fire, Avenue of Approach, Obstacles).
Faktor-faktor Geografi yang dipertimbangkan meliputi:
- Geografi Fisik: Relasi spasial, topografi dan drainase, geologi dan tanah, vegetasi, air dan perairan, lautan dan pantai, cuaca dan iklim, hingga gravitasi dan medan magnet.
- Geografi Sosial-Budaya: Pola populasi, struktur sosial, industri dan penataan lahan, jaringan transportasi, telekomunikasi, dan instalasi militer.
Tiga lokasi utama yang diwacanakan (Jakarta, Jonggol, dan Palangkaraya) dianalisis menggunakan matriks ini.
Analisis Kasus: Kelayakan Jakarta
Secara umum, hasil analisis kerangka pertahanan terhadap Jakarta menunjukkan poin-poin sebagai berikut:
Aspek yang Dianggap Cocok/Memenuhi Unsur:
- Medan Kritis (Critical Terrain/Key Terrain)
- Jakarta memenuhi unsur ini karena posisinya sebagai pusat gravitasi tempat simbol-simbol kenegaraan berada, serta sebagai lokasi pengambilan kebijakan dan keputusan pertahanan.
- Jakarta memiliki span of control yang baik karena posisinya yang relatif di tengah kepulauan Nusantara, memudahkan pengendalian sumber daya pertahanan ke seluruh pelosok.
- Jauh dari garis batas internasional, sehingga relatif aman dari pertempuran perbatasan.
- Rintangan (Obstacles)
- Jakarta dikelilingi oleh kota-kota satelit (Bogor, Depok, Serang, Bekasi, Tangerang) yang dapat difungsikan sebagai benteng perlawanan pertama bagi agresor.
- Instalasi militer terpusat dan mengelilingi Jakarta, meningkatkan kekuatan kota sebagai daerah pertahanan.
- Jalan Pendekat (Avenue of Approach)
- Meskipun macet, Jakarta memiliki aksesibilitas tinggi dan jaringan transportasi yang masih dapat dimanfaatkan untuk manuver dan pengerahan pasukan pertahanan.
Aspek yang Dianggap Kurang/Tidak Cocok:
- Lindung Tinjau & Lindung Tembak (Cover and Concealment)
- Jakarta dinilai kurang cocok karena pada dasarnya tidak ada yang dapat disembunyikan dari operasi pengintaian musuh (recconaissance operation) dengan teknologi modern.
- Lapang Tinjau & Lapang Tembak (Observation and Field of Fire)
- Ditinjau dari geografi fisik, Jakarta dinilai tidak memiliki kemampuan untuk leluasa melakukan observasi dan tembakan terhadap musuh, sehingga dianggap tidak cocok.
- Logistik
- Jakarta dinilai kurang atau tidak cocok karena sebagian besar pasokan logistik (termasuk air) didatangkan dari luar Jakarta (seperti Bogor dan Cianjur), yang sangat berbahaya jika sumber pasokan ini dikuasai musuh.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Meskipun Jakarta memiliki berbagai masalah sosial dan lingkungan, analisis sederhana dari perspektif geografi pertahanan menyimpulkan bahwa Jakarta masih memiliki banyak aspek positif dibandingkan dua kota yang diwacanakan sebagai alternatif.
Namun, jika pemindahan tetap dilakukan, urutan alternatif Ibukota ditinjau dari perspektif Geografi Pertahanan adalah Jonggol, baru kemudian Palangkaraya.
Penulis merekomendasikan agar kajian kelayakan pemindahan Ibukota Negara dilakukan lebih mendalam dengan memanfaatkan teknologi Sistem Informasi Geografi (SIG/GIS), dengan menyempurnakan indikator-indikator variabel oleh pakar geografi, pengembangan wilayah, dan tata kota.
Embed Link
<iframe src=”https://e-journal.hamzanwadi.ac.id/index.php/gdk/article/view/1105” width=”100%” height=”600″ style=”border:none;”></iframe>

Leave a Reply