Tentu, berikut adalah uraian yang sangat rinci mengenai Masa Pra-Sejarah dan Kebudayaan Awal di Nusantara, membagi setiap sub-bagian ke dalam detail yang lebih spesifik.
Masa Pra-Sejarah dan Kebudayaan Awal Nusantara 🗿
Masa Pra-Sejarah adalah periode terpanjang dalam sejarah Indonesia, ditandai dengan evolusi fisik manusia dan perkembangan kebudayaan mereka sebelum mengenal tulisan (nirleka). Bukti-bukti periode ini sepenuhnya bergantung pada temuan artefak (alat) dan fosil (sisa makhluk hidup yang membatu).
A. Penghuni Awal Nusantara: Jejak Evolusi Hominid
Pulau Jawa, khususnya situs Sangiran dan Trinil, merupakan pusat penting penemuan fosil manusia purba dunia.
1. Meganthropus Palaeojavanicus
- Waktu Hidup: Periode Pleistosen Awal (sekitar 1,9 juta hingga 1 juta tahun yang lalu).
- Penemu: G.H.R. von Koenigswald (1936–1941).
- Lokasi Kunci: Sangiran, Jawa Tengah.
- Ciri Fisik Paling Rinci:
- Memiliki tulang rahang yang sangat besar dan tegap (menandakan otot kunyah yang kuat).
- Tidak memiliki dagu.
- Tonjolan kening tebal.
- Diperkirakan memiliki pola makan fitofagus (pemakan tumbuhan keras).
- Volume otak diperkirakan kecil.
2. Pithecanthropus Erectus
- Waktu Hidup: Periode Pleistosen Tengah (sekitar 1 juta hingga 100.000 tahun yang lalu).
- Penemu: Eugene Dubois (1890–1891).
- Lokasi Kunci: Trinil, tepi Sungai Bengawan Solo, Jawa Timur.
- Ciri Fisik Paling Rinci:
- Berjalan Tegak (erectus) adalah ciri khas utamanya.
- Tinggi badan sekitar 165–170 cm.
- Volume otak sekitar 750–900 cc (lebih besar dari kera, lebih kecil dari manusia modern).
- Tengkorak panjang, rendah, dan tebal.
- Jenis ini merupakan kelompok yang paling beragam dan tersebar luas di Jawa, termasuk jenis Pithecanthropus Mojokertensis dan Pithecanthropus Soloensis (kini diklasifikasikan ulang sebagai Homo Soloensis).
3. Homo Sapiens
- Waktu Hidup: Periode Pleistosen Akhir hingga Holosen (sekitar 40.000 tahun yang lalu hingga kini).
- Contoh Temuan: Homo Wajakensis (Wajak, Tulungagung) dan Homo Soloensis (Ngandong).
- Ciri Fisik Paling Rinci:
- Volume otak besar (sekitar 1000–1200 cc), memungkinkan berpikir kompleks.
- Sudah memiliki dagu dan tulang rahang yang menyusut (ciri manusia modern).
- Perawakan dan bentuk fisik sangat mirip dengan ras Mongoloid dan Australoid, yang merupakan nenek moyang bangsa Indonesia.
- Sudah mampu membuat peralatan yang beragam dan spesifik untuk fungsi tertentu.
B. Corak Kehidupan dan Perkembangan Kebudayaan 🌳
Perkembangan kebudayaan pra-sejarah di Nusantara dibagi berdasarkan teknologi alat dan cara mereka mendapatkan makanan.
1. Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan
Masa ini mencakup Zaman Paleolitikum (Batu Tua) dan Mesolitikum (Batu Tengah).
a. Tingkat Sederhana (Paleolitikum)
- Cara Hidup (Ekonomi): Food Gathering (tingkat rendah). Sangat tergantung pada ketersediaan alam.
- Pola Hunian: Nomaden (berpindah-pindah). Tinggal di gua-gua sederhana atau ruang terbuka.
- Peralatan (Teknologi): Masih sangat kasar dan dibuat dengan teknik pukul/belah (chopper).
- Kebudayaan Pacitan: Alat-alat dari batu kali seperti Kapak Perimbas (chopper) dan Kapak Genggam.
- Kebudayaan Ngandong: Alat-alat dari tulang dan tanduk (seperti flares).
b. Tingkat Lanjut (Mesolitikum)
- Cara Hidup (Ekonomi): Food Gathering (tingkat tinggi), sudah ada upaya untuk mengolah lingkungan.
- Pola Hunian: Semi-sedenter. Mulai tinggal di Abris Sous Roche (gua ceruk batu) yang dihuni secara berulang.
- Bukti Khas:
- Kjokkenmoddinger: Tumpukan sampah dapur berupa kulit kerang dan siput yang menggunung di pesisir Sumatera.
- Peralatan (Teknologi): Lebih halus, ditemukan Pebble (kapak Sumatera) dan alat-alat dari tulang yang sudah diasah.
2. Masa Bercocok Tanam dan Beternak (Neolitikum)
Masa ini disebut Revolusi Neolitikum karena terjadi perubahan mendasar dalam cara manusia bertahan hidup.
- Cara Hidup (Ekonomi): Food Producing (menghasilkan makanan). Manusia tidak lagi tergantung alam tetapi mulai mengusahakannya (bercocok tanam padi, ubi, beternak).
- Pola Hunian: Sedenter (menetap) secara permanen, membentuk komunitas desa yang teratur.
- Sistem Sosial:
- Muncul konsep gotong royong untuk menggarap lahan.
- Mulai mengenal pimpinan yang dipilih berdasarkan kharisma atau kemampuan bertani.
- Peralatan (Teknologi): Peralatan batu yang diasah halus dan berbentuk simetris.
- Kapak Persegi: Terutama di Jawa, digunakan untuk kegiatan pertanian dan cangkul.
- Kapak Lonjong: Terutama di Indonesia bagian Timur, digunakan sebagai kapak pertanian dan perkakas upacara.
- Mulai mengenal gerabah (tembikar) dan pakaian dari kulit kayu.
3. Masa Perundagian (Masa Logam)
Periode transisi di mana teknologi batu digantikan oleh penguasaan logam.
- Teknologi: Manusia mulai mengenal teknik pengecoran logam (terutama perunggu dan besi) seperti teknik a cire perdue (cetak hilang) dan bivalve (cetak ulang).
- Sistem Sosial: Munculnya kelas Undagi (spesialisasi ahli pertukangan/pengrajin logam). Masyarakat desa berkembang menjadi pusat-pusat kerajinan.
- Hasil Budaya:
- Nekara: Genderang perunggu besar yang dianggap sakral (sering disebut Dram Logam).
- Moko: Nekara berukuran lebih kecil (terutama di Alor).
- Kapak Corong: Kapak perunggu berbentuk corong.
C. Kepercayaan Asli: Akar Spiritual dan Megalitikum 🙏
Jauh sebelum masuknya agama Hindu, Buddha, dan Islam, masyarakat telah memiliki sistem spiritual yang kuat, yang sering meninggalkan peninggalan Megalitikum (kebudayaan batu besar).
1. Animisme
- Inti Kepercayaan: Pemujaan terhadap Roh Leluhur yang diyakini bersemayam di tempat-tempat tinggi (gunung), pohon besar, atau pusaka tertentu. Roh ini dianggap dapat memberikan perlindungan atau mendatangkan bencana.
2. Dinamisme
- Inti Kepercayaan: Keyakinan pada adanya kekuatan gaib (mana) yang melekat pada benda-benda, baik buatan manusia (seperti jimat, keris) maupun alami (seperti batu besar, air terjun). Benda-benda ini harus dihormati dan dimanfaatkan kekuatannya.
3. Peninggalan Megalitikum (Pemujaan Leluhur)
Struktur batu besar didirikan sebagai sarana penghormatan atau ritual:
- Menhir: Tiang batu tunggal yang didirikan tegak sebagai tugu peringatan atau media penghormatan arwah leluhur.
- Dolmen: Meja batu berkaki menhir, digunakan sebagai tempat sesaji atau persembahan kepada roh.
- Sarkofagus dan Kubur Batu: Peti mati yang terbuat dari batu utuh atau lempengan batu, menunjukkan sistem penguburan yang teratur dan keyakinan akan kehidupan setelah mati.
- Punden Berundak: Bangunan bertingkat dari batu (mirip tangga) yang merupakan tempat pemujaan roh yang diposisikan di tempat tinggi, kelak menjadi inspirasi dalam arsitektur candi Hindu-Buddha.
